Review Film KKN di Desa Penari

Review Film KKN di Desa Penari

Review Film KKN di Desa Penari – Keputusan tim produksi merekrut Ipung Rachmat Syaiful sebagai sinematografer adalah penolong film ini secara estetika visual.

Ipung bisa membawa mood film dengan permainan kamera, seperti sejak Nur cs berangkat ke desa, peralihan dari malam ke siang, hingga ketika Widya dikerubung dedemit. Permainan kamera ini setidaknya membuat film menjadi tidak begitu monoton.

Belum lagi didukung dengan set produksi yang dibuat mencirikan asal daerah cerita tanpa harus mengungkap identitas lokasinya, serta permainan scoring yang apik meski kurang didukung skenario yang kuat.

Saya pribadi tidak memiliki banyak komentar terkait performa para pemain KKN di Desa Penari. Selain karena tidak memiliki banyak ekspektasi dari mereka, toh sebenarnya titik berat cerita ini adalah teror dari Badarawuhi yang diperankan oleh Aulia Sarah.

Beragam teror itu pun sejatinya bergantung pada pengoptimalan efek visual, serta skenario cerita berisi kengerian juga ketegangan yang justru loyo sepanjang durasi film berjalan.

Hanya saja, saya keberatan atas penggambaran Ayu yang diperankan oleh Adinda Thomas dalam film ini. Ayu versi film digambarkan sebagai perempuan yang mengundang delik dan sinisme warga desa atas pakaiannya yang minim.

Bukan hanya soal stigma menilai perempuan atas pakaian yang menjadi masalah, gagasan ada mahasiswa putri mengenakan tank top satin dan celana mini untuk tidur malam di rumah gubuk di tengah hutan kaki gunung sebenarnya sudah di luar logika.

Kalau di dunia nyata, jelas itu tindakan menyusahkan diri sendiri karena yang bersangkutan pasti akan kedinginan atau dikerubung nyamuk. Lagipula, sepengalaman saya, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) juga tidak sebodoh itu ketika harus menumpang di rumah warga lokal.

Bentuk dramatisasi yang terasa sebagai stigma ini sebenarnya tidak penting dan tidak perlu. Lagipula, kisah asli dari SimpleMan tak sampai mendiskreditkan karakter karena pakaian atau tampilan, melainkan fokus pada aksi dan perilaku yang mereka lakukan di desa itu.

Selain itu, penggambaran Wahyu yang diperankan Fajar Nugraha rasanya terlewat jauh dari apa yang digambarkan oleh SimpleMan. Celetukan Wahyu versi film seringkali off-side dan garing, sehingga bukannya membuat cerita jadi segar malah bikin kesal.

Dalam kisah asli, Wahyu tampak sebagai anak yang cenderung cuek dan tak peka terutama soal ucapan. Namun dalam film, sosok Wahyu lebih terlihat menganggap remeh bahkan cenderung merendahkan orang lain.

Namun itulah film fiksi yang didasarkan dari cerita populer, akan selalu ada perbincangan dan persepsi masing-masing atas apa yang sudah diketahui bersama.

Sementara itu, saya juga kecele dengan label “uncut” yang disematkan dalam salah satu versi film ini. Saya berekspektasi label itu akan membawa penonton kepada adegan yang lebih gore atau gamblang. Namun sepertinya itu semua hanya trik penjualan semata.

Terlepas dari itu semua, film KKN di Desa Penari sebenarnya masih bisa jadi salah satu pilihan tontonan horor saat Lebaran. Apalagi bagi mereka yang menyukai horor dalam level ringan.

Posted in Film Online

Tags - desa penarireview film kkn